PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP PENJAJAHAN VOC

PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP PENJAJAHAN VOC


1. Latar Belakang Kedatangan Belanda ke Indonesia

Abad ke-16, wilayah-wilayah di Belanda berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Spanyol. Sejak sebelum abad 16 Belanda adalah pedagang perantara atau pengecer rempah-rempah yang membeli komoditi dagang yang mereka butuhkan dari pelabuhan Lisabon milik Portugis yang berteman baik dengan Spanyol. Namun Revolusi kemerdekaan Belanda dari Spanyol sejak tahun 1560-an, mendorong Belanda mempunyai jalur perdagangan sendiri. 


Mengikuti jejak yang sudah dilalui oleh Portugis selama bertahun tahun yaitu
melalui jalan Timur, Belanda memulai penjelajahan samuderanya.
Tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, para pedagang bangsa Belanda masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Banten .
Tahun 1598 sebanyak 22 buah kapal milik perorangan dan perserikatan dagang berlayar dan pulang kembali ke negerinya dengan muatan penuh rempah rempah.

Dengan keuntungan yang berlimpah dari hasil perdagangannya, mulailah timbul sifat serakah mereka untuk menguasai negeri yang kaya akan hasil bumi yang mereka butuhkan, penjajahan Belanda di Indonesia ditandai melalui pembentukan Kongsi Dagang VOC yang bertujuan menghilangkan persaingan sesama pedagang Belanda dan bisa bersaing dengan pedagang Eropa lain sehingga bisa menguasai perdagangan di Indonesia dengan menerapkan prinsip monopoli perdagangan.
Pada tahun 1799 VOC dibubarkan karena banyak pegawainya yang korupsi

Penjajahan Belanda di Indonesia melalui masa yang sangat panjang yaitu
sekitar 350 tahun, perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Belanda akan kita bagi jadi 2 periode yaitu :

- Periode sebelum abad 19 ,
menghadapi VOC yang dibubarkan pada akhir abad 18 (tahun 1799)
- Periode setelah abad 19,
menghadapi pemerintah Hindia Belanda

2. Bentuk Perlawanan Bangsa Indonesia menghadapi VOC

Perjuangan bangsa Indonesia pada periode ini meliputi sejak
dibentuknya VOC tahun 1602 sampai dibubarkannya VOC pada tahun1799

a. Perlawanan Tidore (Sultan Nuku (sang Ahli Strategi Perang))


Anak-anak Pelayaran Hongi serta hak Ekstirpasi yang diterapkan oleh VOC pada perdagangan rempah-rempah di Maluku sangat merugikan rakyat, ditambah dengan sikap semena-mena VOC semakin membuat rakyat maluku muak dengan VOC, oleh karena itu banyak sekali terjadi perlawanan kecil yang dilakukan oleh rakyat maluku, namun perlawanan tersebut dapat dengan mudah dipatahkan oleh VOC karena persenjataan yang dimiliki oleh VOC jauh lebih lengkap.

Tahun 1680, VOC memaksa Tidore untuk menandatangani traktat tahun 1780 yang berisi penurunan status kerajaan Tidore dari daerah sekutu menjadi daerah vasal, dan dengan hak octroi yang dipegang VOC, menjadikan VOC semakin sombong, VOC turut serta mencampuri urusan intern kerajaan Tidore dengan mengangkat putra Alam sebagai sultan Tidore.
Protes keras dari pangeran Nuku yang semestinya paling berhak atas tahta kerajaan sementara ayah pangeran Nuku diasingkan oleh VOC karena menolak berkerjasama dengan VOC.

Sultan Nuku melakukan perlawanan kepada VOC pada tahun. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di pimpinan Pangeran Nuku Muhammad Amirudin melawan VOC. Pangeran Nuku bekerja sama rakyat Maluku dan bantuan dan dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga Gamrange dari Halmahera.

Sultan Nuku punya siasat yang jitu dia meniru siasat yang sering digunakan oleh Belanda sendiri, yaitu siasat devide et impera.
Siasat pecah belah, Sultan Nuku mempengaruhi orang Inggris agar mengusir orang Belanda. Setelah berhasil sultan Nuku segera menggempur orang Inggris. Cara ini berhasil sehingga Pasukan Nuku semakin kuat setelah mendapat berbagai perlengkapan perang dari Inggris. Dengan peralatan perang yang semakin baik itulah pasukan Nuku menggempur dan memenangkan pertempuran melawan Belanda.


Sultan Nuku menggempur Belanda hingga tahun 1801, Ternate dapat dibebaskan dari cengkraman Belanda. Kehebatannya sebagai panglima perang membuatnya dijuluki Lord Of Fortune oleh Inggris.
Pada 14 November 1805 Nuku wafat pada usia 67 tahun. 

b. Perlawanan Mataram (Sultan Agung Tirtayasa)


Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari kerajaan Mataram yang mempunyai cita-cita;
1) menyatukan seluruh tanah jawa di bawah panji-panji Mataram; dan
2) mengusir kekuasaaan asing dari Bumi Mataram.

Keinginan kuat untuk mengusir VOC disebabkan oleh beberapa faktor antara lain;
• Kehadiran Belanda di Batavia dapat membahayakan kesatuan Negara.
• Monopoli yang dilakukan oleh VOC
• VOC selalu menghalang kapal dagang Mataram yang berdagang ke Malaka
• VOC tidak mau mengakui kedaulatan Mataram

Pada tahun 1626 Sultan Agung telah mempersiapkan pasukan dengan untuk
mengusir VOC, tanda-tanda pertama bahwa orang Mataram akan merencakan
sesuatu yang luar biasa adalah penutupan hampir seluruh pantai Jawa atas perintah Tumenggung Baureksa dari Kendal selaku pimpinan perang.

Pada tanggal 22 Agustus 1628, Tumenggung Baureksa (Panglima tertinggi
armada Jawa) tiba di pelabuhan Batavia yang akan menuju Malaka.
VOC mencoba untuk menghalangi datangnya kapal Mataram namun tidak membuahkan hasil.

Pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baurekso, ditambah pasukan yang di pimpin oleh Agul-Agul dibantu pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa.
Datang pula laskar orang Sunda pimpinan Dipati Ukur.
Pasukan Mataram mengepung Batavia dan melakukan penyerangan dari berbagai tempat.
Pertempuran sengit pasukan Mataram melawan VOC di berbagai tempat. Tetapi kekuatan VOC senjatanya lebih unggul, hingga dapat memukul mundur semua lini kekuatan pasukan Mataram.
Tumenggung Baureksa gugur dalam pertempuran itu. Dengan demikian
serangan tentara Sultan Agung tahun 1628 itu belum berhasil.


Sultan Agung menyusun melakukan penyerangan kembali ke VOC, namun rencana Sultan Agung diketahui oleh VOC.
Lumbung beras dihancurkan oleh VOC, juga 200 buah kapal Mataram dihancurkan VOC. 
Saat berkecamuknya perang Mataram dan VOC terdengar berita
Gubernur jendral J.P Coen meninggal tepatnya tanggal 21 Sepetrember 1629.
Kejadian ini membuat semangat Mataram kembali menyala, sengan sisa pasukan dan perlengkapan yang ada terus melakukan penyerangan, disisi yang lain VOC yang sedang berduka menjadi semakin marah kepada mataram
Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih baik dan lengkap, akhirnya
VOC dapat menghentikan serangan pasukan Mataram.
Pasukan Mataram melemah dan akhirnya ditarik mundur kembali ke Mataram.

c. Perlawanan Banten (Pangeran Surya)


Pesatnya perkembangan Banten sebagai kota pelabuhan terbesar Nusantara
menarik keinginan VOC untuk menguasainya. Mereka melakukan cara kotor dengan memblokade kapal Cina dan juga kapal yang datang dari Maluku yang akan masuk ke Banten. Karena sering mendapat pertentangan dari rakyat Banten, Belanda kemudian membangun kota pelabuhan di Sunda Kelapa atau Jayakarta. Pelabuhan itu kemudian dinamakan Batavia oleh Belanda pada tahun 1619 M, sejak itu terjadi perebutan posisi sebagai bandar perdagangan internasional antara Banten dan VOC.

Ketika Pangeran Surya atau Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta pada 1651 M,
beliau berusaha memulihkan Banten sebagai pusat perdagangan internasional
dengan melakukan beberapa langkah berikut:

• Mengundang para pedagang dari Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis untuk ikut melakukan perdagangan di Banten.
• Memperluas hubungan perdagangan dengan Cina, India dan Persia.
• Mengirimkan kapal-kapal untuk mengganggu armada VOC
• Membangun saluran irigasi dari Sungai Ujung Jawa hingga ke Pontang sebagai persiapan untuk lalu lintas suplai ketika terjadi perang dan juga untuk mengaliri padi.

Pada 1671 Sultan Ageng mengangkat Sultan Haji sebagai Sultan Muda yang
bertugas untuk mengurus masalah dalam negeri, sedangkan Sultan Ageng dan
Pangeran Purbaya mengurusi masalah yang berhubungan dengan luar negeri.

Pembagian dalam tata pemerintahan Kesultanan Banten ini membuka peluang bagi Belanda untuk menghasut Sultan Haji agar tidak memisahkan urusan pemerintahan di Banten dan mereka juga mempengaruhi Sultan Haji yang ambisius mengenai kemungkinan Pangeran Purbaya yang akan diangkat sebagai Raja dan pemimpin Kesultanan Banten.

Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat antara lain:
• Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC,
• Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina,
• Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan
• pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik kembali.

Dengan perjanjian di atas, pada tahun 1681 atas nama sultan haji VOC dapat
merebut Banten, dan menjadikan Sultan Haji sebagi raja di istanan Surosowan.
Tindakan Sultan Haji menimbulkan reaksi dari rakyat Banten dan tidak mengakuinya sebagai Sultan.
Rakyat Banten memilh berperang melawan VOC serta Sultan Haji demi kesetiaan mereka pada Sultan Ageng.

Bersama pasukan Sultan Ageng dapat merebut kembali Kesultanan Banten dari Sultan Haji yang didukung VOC.
Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng berhasil mengepung istana Surosowan. Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan VOC. Tentara VOC di bawah pimpinan Francois Tack dapat memukul mundur pasukan Sultan Agung dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa.


Sejak itu ia diburu VOC, pada bulan Maret 1683, Sultan Ageng dengan tipu muslihat VOC dapat ditangkap dan ditawan di Batavia. Menyerah kepada Belanda dan ditawan di Batavia hingga akhir hayatnya pada 1692.

d. Perlawanan Rakyat Makassar (Sultan Hasanudiin)


Sultan Hasanudiin adalah raja dari kesultanan Goa (makasar). Dia terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon.

Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, VOC dengan segala bentuk ketamakan dan keserahkannya sangat ingin menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan. 
Keinginan untuk menghentikan ketamakan VOC dilakukan dengan cara
mempersiapkan seluruh kekuatan yang ada. Melihat persiapan yang dilakukan oleh Sultan hasanudiin VOC juga memprsiapkan dengan tipu daya melalui politik Devide et Impera, VOC menjalin hubungan dengan Pangeran Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka.

Tanggal 7 Juli 1667, Perang antara Goa melawan VOC. VOC diimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah
orang Ambon pimpinan Jonker van Manipa.
VOC berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara
Goa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka.

Hasanuddin kemudian dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya
pada tanggal 18 November 1667, yang isinya antara lain sebagai berikut.

• Goa harus mengakui hak monopoli VOC
• Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa
• Goa harus membayar biaya perang

Perjanjian Bongaya bertentangan dengan hati nurani dan kebudayaan yang telah tertanam lama dalam hidup kerajaan Goa maka pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin menggerakkan kekuatan rakyat kembali melawan kesewenang-wenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh VOC. 


Karena kegigihannya dalam melawan VOC Sultan Hasuanudiin mendapatkan julukan dari rakyatnya sebagai Ayam Jantan dari Timur.

e. Perlawanan Raden Mas Said menghadapi VOC


Semenjak Sultan Agung wafat, VOC semakin arogan hingga sangat berani untuk melakukan intervensi terhadap pemerintahan kerjaan di bawah pimpinan Pakubuwana II yang penakut.

Seorang gandek keraton yang bernama Raden Mas Said mengajukan kenaikan pangkat untuk dirinya, keinginan itu malah dicerca hingga dituduh melakukan persengkokolan dengan orang cina yang saat itu sedang melakukan pemberontakan.
Merasa direndahkan Raden Mas Said keluar dari keraton dan menyusun kekuatan bersama para pengikutnya untuk melakukan perlawanan kepada istana yang telah banyak terhasut oleh VOC.
Perlawanan yang dilakukan oleh Raden Mas Said (Pangeran Samber Nyowo) merupakan ancaman yang serus bagi Pakubuwono II.
Besarnya kekwatiran Pakubuwono II pada tahun 1745 mengumumkan barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen sekarang).
Mendengar sayembara itu pangeran Mangkubumi (adik kandung Pakubuono II) mencoba untuk mendapatkan hadiah tersebut, hal ini untuk membuktikan apakah Pakubuwono II bernar orang yang jujur.


Pasukan Mangkubumi berhasil memadamkan perlawanan Mas Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar janji. Pakubuwana II kehilangan nilai dan komitmennya sebagai raja yang berpegang pada tradisi, sabda pandhita ratu datan
kena wola-wali (perkataan raja tidak boleh ingkar).
Terjadi percekcokan antara Mangkubumi dan Pakubuwono II.
Kekecewaan Mangkubumi semakin menjadi ketika dituduh oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff turut campur dalam masalah kaka beradik dan menuduh terlalu ambisi mencari kekuasaan.

Mangkubumi keluar dari istana dan angkat senjata untuk melakukan perlawanan kepada Pakubuono yang telah diracuni oleh VOC.
Mangkubumi akhirnya bersekutu dengan Raden Mas Said dan membagi wilayah perjuangan Timur dan Barat.
Bersamaan dengan perlwanan yang dilakukan oleh mertua dan menantu (Mangubumi dan Raden Mas Said), tahun 1749 Pakubuono II sakit.
Dalam keadaan sakit dia dipaksa oleh VOC untuk menandatagani suatu
perjanjian yang berisi antara lain:

• Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de facto maupun de jure kepada VOC.
• Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan
oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari
VOC.
• Putera mahkota akan segera dinobatkan.

Sembilan hari setelah penandatanganan Pakubuana II wafat, tanggal 15 Desember 1749.
Baron van Hohendorff mengumumkan pengangkatan putera mahkota sebagai Susuhunan Pakubuwana III. Hal ini semakin membuat kecewa Pangeran Mangkubumi dan Mas Said, sehingga meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman VOC.

Dengan Mangkubumi VOC menawaran perjajinan Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755 yang isinya wilayah mataram di bagi menjadi dua bagian Wilayah:

1. Bagian Barat (daerah Yogyakarta)
diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I,

2. Bagian Timur (daerah Surakarta)
tetap diperintah oleh Pakubuwana III.

Perlawanan Mas Said berakhir setelah tercapai Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas Said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

Setelah membaca dan menelaah materi di atas jawablah soal di link berikut:
👇👇👇
----------------------------------------
----------------------------------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODUL GEOGRAFI

STRUKTUR LAPISAN KULIT BUMI