PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK TATA GUNA LAHAN


KONSEP DASAR TATA GUNA LAHAN

a. Tata Guna Lahan

Pengertian Tata Guna Lahan adalah wujud dalam ruang di alam mengenai bagaimana penggunaan lahan tertata, baik secara alami maupun direncanakan. Dari sisi pengertian perencanaan sebagai suatu intervensi manusia, maka lahan secara alami dapat terus berkembang tanpa harus ada penataan melalui suatu intervensi.
Sedangkan pada keadaan yang direncanakan, tata guna lahan akan terus berkembang sesuai dengan upaya perwujudan pola dan struktur ruang pada jangka waktu yang ditetapkan.
Perencanaan tata guna lahan (landuse planning) dari sisi intervensi dalam
memberikan dorongan dan bantuan pada pengguna lahan (landusers) dalam
menata lahan.
Penekanan terhadap kata “perencanaan” adalah adanya intervensi, baik dari sisi kebijakan yang diperkuat oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun aktivitas sosial ekonomi yang terorganisasi secara baik.
Di sinilah prinsip dan teknik penataan dan zonasi itu diperlukan, melalui pertimbangan efisiensi, ekuitas (equity), dan keberkelanjutan (sustainability).

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Tata Guna Lahan

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam
tata guna lahan.

1). Faktor Fisik

Faktor fisik yang perlu dipertimbangkan terkait dengan tata guna lahan adalah keadaan geologi, tanah, air dan iklim. Keempat faktor fisik ini saling memperngruhi antara satu dan lainnya. Misalanya adalah kondisi geologi. Kondisi geologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi jenis tanah yang ada, karena kita ketahui bahwa faktor pembentukan tanah adalah bantuan induk yang tersusun dalan sistem geologi. Tata guna lahan pada suatu daerah juga harus mempertimbangkan ketersediaan air yang ada. Ketersediaan air ini akan berkaitan dengan sistem pemanfaatan lahan yang ada. Iklim juga memiliki peranan yang penting dalam tata guna lahan. Misalnya saja adalah tata guna lahan untuk pertanian lahan basah, maka lahan tersebut harus mempertimbangkan jumlah curah hujan yang turun dan faktor iklim lainnya.

2). Faktor Biologis

Faktor biologis yang perlu diperhatikan dalam tata guna lahan adalah vegetasi, hewan, dan kependudukan. Pemanfaatan lahan yang terkait dengan faktor biologis ini dapat dicontohkan dengan melihat jenis tumbuhan apa yang dapat tumbuh dan dimanfaatkan pada jenis lahan yang ada. Hal tersebut juga dapat dilihat dari keberadaan kependudukan disuatu wilayah. Misalnya saja adalah tidak tata guna lahan untuk daerah perindustrian yang dibangun di pinggiran kota yang jauh dari permukiman penduduk. Hal ini erat kaitanya dengan faktor keamanan penduduk.

3). Faktor Ekonomi

Faktor pertimbangan ekonomi erat kaitannya dengan dengan ciri keuntungan, keadaan pasar, dan transportasi. Tata guna lahan sangat mempertimbangkan faktor ini. Hal ini erat kaitanya dengan tujuan tata guna lahan adalagh untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi dapat disimpulkan bahwa manusia tidak akan memanfaatkan ketersediaan yang ada apabila tidak memberikan keuntungan.

4). Faktor Institusi

Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertahanan, keadaan politik, keadaan sosial, dan secara administrasi dapat digunakan. Kita mengetahui bahwa ada beberapa lahan yang tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan untuk kepentingan penduduk. Hal ini erat kaitannya dengan undang-undang yang telah dibuat. Sebagai contoh adalah lahan area yang digunakan sebagai wilayah hutan lindung, daerah resapan air dan area lahan yang bersejarah tidak boleh dimanfaatkan oleh penduduk.
Hal ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kondisi lahan yang ada.

c. Klasifikasi Tata Guna Lahan

Badan survei Geologi Amerika Serikat (USGS) telah menyusun sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan sebagai acuan dalam klasifikasi data penginderaan jauh yang dilaporkan dalam USGS profesional paper. Informasi penutupan lahan dapat dikenali dengan menggunakan pengindraan jauh yang tepat. Informasi tentang kegiatan manusia pada lahan tidak selalu dapat ditafsirkan secara langsung berdasarkan penutup lahannya.

Contoh, kegiatan rekreasi ekstensif berupa daerah lahan yang tidak
cocok bagi interpretasi foto udara maupun citra satelit.
Contoh lainnya, berburu merupakan kegiatan rekreasi yang menembus ke lahan lain yang diklasifikasikan sebagai beberapa tipe hutan, daerah peternakan, lahan basah, atau lahan pertanian, baik pada survei lapangan maupun interpretasi foto udara. Oleh karena itu, diperlukan sumber informasi tambahan untuk melengkapi data penutup lahan.

Informasi pelengkap juga diperlukan untuk menentukan penggunaan lahan, antara lain untuk taman, perlindungan binatang buruan atau daerah konservasi air dengan jumlah penggunaan lahannya sama dengan batas administrasi yang biasanya tidak dapat dikenali pada citra pengindraan jauh.

Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS disusun berdasarkan kriteria berikut:

1) Tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan pengindraan jauh tidak kurang dari 85 persen.
2) Ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori kurang lebih sama.
3) Hasil yang diulang dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke penafsir yang lain dan dari satu saat pengindraan ke saat yang lain.
4) Sistem klasifikasi dapat diterapkan untuk daerah yang luas.
5) Kategorisasi memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari tipe penutup lahannya.
6) Sistem klasifikasi dapat digunakan dengan data pengindraan jauh yang diperoleh pada waktu yang berbeda.
7) Kategori dapat diperinci ke dalam subkategori lebih rinci yang diperoleh dari citra skala besar atau survei lapangan.
8) Pengelompokan kategori dapat dilakukan dengan baik
9) Dimungkinkan dapat membandingkan dengan data penggunaan lahan dan penutupan lahan pada masa mendatang.
10) Jika memungkinkan, lahan multiguna dapat dikenali dengan baik.

Hasil sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS untuk
digunakan dengan data pengindraan jauh ditunjukan pada tabel berikut
ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODUL GEOGRAFI

STRUKTUR LAPISAN KULIT BUMI