Langsung ke konten utama

ZAMAN HINDU-BUDDHA

Zaman Hindu-Buddha: Silang Budaya Lokal dan Global Tahap Awal

Zaman Hindu-Buddha: Silang Budaya Lokal dan Global Tahap Awal

Sejarah lahirnya Hindu Budha dan teori masuknya Hindu Budha di Indonesia

Sejarah agama Hindu berawal dari akulturasi antara budaya bangsa Arya dan Dravida. Agama Hindu pada dasarnya merupakan usaha mengkonkritkan pengertian filasafat yang tidak saja mewujudkan dewa, tetapi lebih jauh lagi yaitu Dewa diwujudkan dalam bentuk yang dapat diraba, dipatungkan. Pemujaan patung dewa inilah yang menjadi corak dalam ajaran Hindhu. Inilah yang biasa disebut Agama Hindu.

Pandangan hidup agama Hindu bersumber pada ajaran Weda, yaitu nama untuk kitab sucinya. (wid = tahu, weda = pengetahuan khusus, tertinggi). Dalam arti sempit Weda terdiri atas 4 himpunan (samhita) yaitu :

  1. Rigweda, berisi 1028 sukta atau syair pujian terhadap dewa-dewa
  2. Samaweda, sebagian besar berisi syair-syair dari Rigweda tetapi seluruhnya diberi tanda-tanda nada untuk dapat dilagukan/ dinyanyikan.
  3. Yajurweda, berisi doa-doa untuk pengantar sesaji yang disampaikan kepada dewa dengan diiringi pengajian Rigweda dan nyanyian Samaweda.
  4. Atharwaweda, berisi mantra-mantra dan jampi-jampi untuk sihir dan ilmu gaib, mengusir penyakit, menghancurkan musuh, mengikat cinta, memperoleh kedudukan/kekuasaan, dsb.

Pada mulanya Agama Budha adalah ajaran kebaikan yang bertujuan membebaskan manusia dari lingkaran samsara (moksa).Ajaran ini dibawa oleh Sidharta Gautama Dalam usahanya mencapai nirwana terdapat dua aliran yaitu Mahayana(kendaraan besar), Hinayana(kendaraan kecil).

Agama Budha ini kitab sucinya Tripitaka (tiga keranjang)yang menggunakan bahasa Pali, yaitu bahasa rakyat daerah Magadha. Tiga pokok ajaran Tripitaka itu adalah :

  • Winayapittaka, berisi segala macam aturan dan hukum yang menentukan cara hidup pemeluknya
  • Sutantra Pitaka, berisi wejangan-wejangan Sang Budha
  • Abhidharmapittaka, berisi penjelasan dan kupasan soal keagamaan
  • Teori Brahmana

Menurut teori ini pembawa pengaruh Hindu Budha di Indonesia adalah golongan pemuka agama atau brahmana.Tokoh yang mendukung teori ini adalah Coedes.Bukti yang memperkuat teori uni adalah adanya prasasti yang ditemukan di Indonesia menggunakan bahasa sanksekerta. Pendeta atau pemuka agama adalah kalangan yang ,mengetahui bahasa sanksekerta.
Ada beberapa teori tentang masuk dan berkembangnya Hindu Budha ke Indonesia yaitu:

  • Teori Ksatria
    Menurut teori ini pembawa pengaruh Hindu Budha ke Indonesia adalah kalangan ksatria atau bangsawan dan prajurit melalui praktek kolonisasi. Tokoh Yang mendukung teori ini adalah FDKL Bosch.
  • Teori waisya
    Menurut teori ini pembawa pengaruh Hindu Budha ke Indonesia adalah kalangan pedagang mengingat posisi geografis Indonesia yang strategis dalam jalur perdagangan kuno pada saat itu. Tokoh yang mendukung teori ini adalah NJ Krom.
  • Teori sudra
    Menurut teori ini pembawa pengaruh Hindu Budha ke Indonesia adalah kalangan budak.
  • Teori Arus Balik
    Menurut teori ini masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu Budha ke Indonesia karena adanya timbal balik dari kedua belah pihak baik Indonesia maupun India.

Teori-teori masuk dan berkembangnya Hindu-Buddha

Berdasarkan sumber Arca Buddha yang ditemukan di Sulawesi Selatan, pengaruh India diperkirakan masuk pada tahun 200-400 M. Hal itu juga menunjukkan agama Buddha lebih dahulu masuk daripada agama Hindu.

Beberapa teori mengenai proses masuknya agama Hindu-Buddha dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Teori Brahmana, dikemukakan oleh J.C. Van Leur. Menurut teori ini, kaum Brahmana datang ke Indonesia atas undangan para kepala suku setempat. Selanjutnya, mereka menyebarkan agama dan kebudayaan India di Indonesia.
  2. Teori Ksatria, dikemukakan oleh J.L. Moens, C.C. Berg, dan Mookerdji. Menurut teori ini, agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia melalui proses kolonisasi atau penaklukan yang dilakukan oleh kaum Ksatria. Mereka datang akibat adanya kekacauan di India sehingga menyingkir hingga ke Indonesia.
  3. Teori Waisya, dikemukakan oleh N.J. Krom. Menurut teori ini, agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang. Mereka yang akan berdagang ke Cina, singgah beristirahat di Indonesia dahulu. Sebagian di antara mereka lantas menikah dengan penduduk setempat sambil menyebarkan agama dan kebudayaannya.
  4. Teori Arus Balik, dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Menurutnya, proses masuk agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan melalui dua cara. Pertama, pendeta Buddha menyebar ke seluruh penjuru dunia melalui jalur perdagangan dan mengundang pendeta-pendeta dari daerah lain untuk berkunjung ke India. Sepulang dari India, mereka membawa kitab suci ke daerah asalnya. Kedua, raja-raja di berbagai daerah mengundang kaum Brahmana untuk melakukan upacara penghinduan (Vratyastoma).
  5. Teori Sudra, menyatakan bahwa agama Hindu dibawa oleh kaum Sudra yang bertujuan mengubah kehidupannya menjadi lebih baik.

Masing-masing teori di atas memiliki kekurangan dan kelebihan. Artinya semua teori tersebut merupakan hipotesa awal dari sebuah pemahaman terhadap masa lalu. Masing-masing teori tersebut memiliki penguatan sekaligus juga memiliki titik lemahnya. Beberapa kelemahan yang dapat dikemukakan tentang Teori Brahmana, antara lain :

  • Penguasaan bahasa Sansekerta lazimnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana. Para bangsawan atau Ksatria tidak serta-merta bisa mengajarkan bahasa sansekerta (bahasa kitab suci Hindu) kepada masyarakat di nusantara tanpa menguasainya terlebih dahulu.
  • Tampaknya kurang logis jika kaum Brahmana yang tidak memiliki pengalaman melaut bisa tiba jauh hingga ke nusantara.

Berikut adalah beberapa bukti peninggalan Hindu dan Buddha pada masa awal kedatangan kebudayaan tersebut:

  • Arca Buddha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan yang menunjukkan agama Buddha masuk ke Indonesia pada abad 2 M. Arca Buddha tersebut bercirikan langgam Amarawati dari India Selatan.
  • Arca Buddha di Kutai Kalimantan Timur yang bercirikan Gandhara, India Utara.
  • Prasasti Kerajaan Kutai yang menggunakan huruf Pallawa dari India Selatan dengan bahasa Sansekerta.
  • Diundangnya kaum bBrahmana dari India untuk memimpin upacara peng-Hindu-an.
  • Berita Cina yang didapatkan dari catatan perjalanan pendeta dan musafir Cina yang tiba di nusantara. Misalnya, Fa Hien pada sekitar abad 6 M di Jawa dan I Tsing pada abad 8 M di Sumatera.

Muncul dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di berbagai daerah

section-media
  1. Kutai
    Sumber tertulis berupa Yupa yang ditemukan di tepi sungai Mahakam Kalimantan Timur sekitar tahun 400 – 500 M, dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dalam Yupa disebutkan raja pertama Kutai adalah Kudungga kemudian Aswawarman dan Mulawarman.
  2. Kerajaan Tarumanegara
    Sekitar tahun 400-500 Masehi di Jawa Barat ada kerajaan yang bernama Tarumanegara dengan raja yang bernama Purnawarman. Bercorak Hindu dan ada tujuh buah prasasti telah ditemukan yaitu Prasasti Ciaruteun,Tugu,Jambu, Kebon Kopi, Pasir Awi, Muara Cianten dan lebak.
  3. Kaling/ Holing
    Dari berita Tionghoa masa pemerintahan Raja Tang (618-906) disebut nama Kerajaan Kaling atau Holing, letaknya di Jawa Tengah. Tanahnya sangat kaya, terdapat sumber air asin, rakyatnya hidup makmur dan tenteram. Sejak tahun 674 kerajaan ini diperintah oleh seorang perempuan bernama Sima, yang memerintah dengan keras tetapi berdasarkan kejujuran mutlak
  4. Sriwijaya
    Letak tepi Sungai Musi,Sumatera Selatan. Kerajaan ini bercorak Budha. sumber sejarahnya berupa prasasti kedukan Bukit, Palas Pasemah, Telaga Batu, Kedukan Bukit, Kota Kapur dan Calcuta. Sebagian besar prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya menggunakan bahasa Melayu Kuno
    Puncak kejayaan : Balaputradewa
  5. Kerajaan Mataram Kuno
    Ada 3 wangsa yang memerintah yaitu:
    • Sanjaya : bercorak Hindu, pusat : Jawa Tengah Utara
    • Syailendra : bercorak Budha, pusat : Jawa Tengah Selatan, Puncak kejayaan Samaratungga
    • Isyana : berpusat di Jawa Timur.
    Sumber sejarah berupa prasasti Canggal, Balitung, Candi Borobudur, Prambanan
  6. Kerajaan Kediri
    Letak ditepi Sungai Brantas. Corak Hindu, Puncak kejayaan pada masa pemerintahan Jayabaya. Sumber sejarah diantaranya prasasti Calcuta. Pada masa kerajaan ini, karya sastra berkembang sangat pesat. Adapun Karyasastra yang ada adalah Lubdaka, Wratasancaya, Jangka Jayabaya
  7. Kerajaan Singasari
    Letaknya di wilayah Malang, Sumber sejarah kitab Pararaton, Negarakertagama. Pada masa itu berkembang agama Hindu Budha dan melahirkan aliran Tantrayana. Puncak kejayaan pada masa pemerintahan Kertanegara yang mencanangkan ekspedisi Pamalayu sehingga wilayah kekuasaan Singasari sampai di Semenanjung Melayu. Runtuhnya kerajaan ini disebabkan oleh serangan Jayakatwang dari kerajaan Kediri yang dibantu Ardaraja.
  8. Kerajaan Majapahit (1293-1528)
    Pusat kerajaan ini berada di daerah Mojokerto Jawa Timur saat ini. Pada masa kerajaan Majapahit, berkembang agama Hindu Budha. Urusan agama diurusi oleh badan yang bernama dharmadyaksa.Sumber sejarah prasasti Butak, kitab Negarakertagama, Pararaton. Puncak kejayaan pada masa Hayam Wuruk dengan mahapatih Gajah Mada. Pada masa ini terdapat Kitab hukum perundang-undangan yang bernama kutaramanawa Sebab runtuhnya kerajaan ini adalah perang paregreg (saudara).

Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

Pada masa pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia, terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang tumbuh dan berkembang. Bahkan pengaruhnya mencapai wilayah lain di kawasan Asia Tenggara. Luas wilayah dan pengaruh kerajaan tersebut menjadikan kerajaan tersebut sebagai kerajaan besar di Nusantara. Kerajaan tersebut ialah Sriwijaya dan Majapahit.

  1. Kerajaan Sriwijaya
    Kerajaan Sriwijaya merupakan Kerajaan Buddha yang memberi banyak pengaruh di Nusantara. Wilayah kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang kuat dan kehidupan perekonomiannya mengandalkan sektor perdagangan.

    Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk manguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra bertujuan guna menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India.

    Untuk menjamin keamanan wilayah kekuasaannya, Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan Cina. Hubungan baik ini digunakan untuk kepentingan perdagangan dan politik. Selain dengan Cina, Sriwijaya juga mengadakan hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di Asia Tenggara, baik demi kepentingan politik maupun perdagangan. Hal ini dilakukan penguasa Sriwijaya, yakni Dapunta Hyang pada tahun 664 M, dengan menikahi Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan Tarumanegara, Linggawarman. Perkawinan ini melahirkan seorang putra yang menjadi raja Sriwijaya berikutnya, bernama Dharmasetu.

    Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara umat agama Buddha dari Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang ajaran Buddha Mahayana. Berita Cina dari I-Tsing menyatakan bahwa Sriwijaya merupakan sebuah kota berbenteng karena dikelilingi tembok. Ia mengatakan bahwa kota itu dihuni oleh kurang lebih seribu orang bhiksu, yang mendalami ajaran agama Buddha seperti halnya India. Para bhiksu belajar di bawah bimbingan guru bernama Sakyakirti. Terpengaruh oleh kemajuan Sriwijaya sebagai pusat agama Buddha, I-Tsing menganjurkan agar pendeta-pendeta Cina yang akan belajar di India terlebih dahulu singgah di Sriwijaya untuk mempelajari dasar-dasar agama Buddha dan tata bahasa Sansekerta selama setahun atau dua tahun.

  2. Kerajaan Majapahit
    Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan besar yang pernah ada di Nusantara. Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya ketika diperintah oleh Hayam Wuruk beserta Mahapatih Gajah Mada. Wilayah pengaruh Kerajaan Majapahit mencakup hampir seluruh wilayah Nusantara hingga beberapa wilayah di kawasan Asia Tenggara. Di bawah pimpinan Hayam Wuruk didampingi Mahapatih Gajah Mada, Majapahit meluaskan wilayah kekuasaannya ke luar Jawa. Sedikit demi sedikit, Majapahit menguasai seluruh wilayah Nusantara. Seperti dipaparkan dalam kitab Negarakertagama, daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Bahkan pengaruhnya menjangkau beberapa daerah di Asia Tenggara, seperti Semenanjung Melayu dan Filipina bagian selatan.
  1. Sebagai kerajaan yang besar, Majapahit memiliki sistem ketatanegaraan yang teratur. Raja Majapahit dan keraton dianggap sebagai pusat dunia yang memiliki kekuasaan tertinggi. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi. Dalam menjalankan tugasnya, raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi. Para putra dan kerabat dekat raja diberikan kedudukan tinggi dalam jabatan birokrasi kerajaan. Sebelum menjadi raja, biasanya para putra mahkota diberi kedudukan sebagai raja muda (Bhatara Saptaprabhu) yaitu suatu lembaga Dewan Pertimbangan Kerajaan. Dewan ini bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada raja dalam menjalankan pemerintahannya. Anggota Bhatara Saptaprabhu terdiri dari sanak saudara raja. Dewan ini pertama kali diketahui melalui Prasasti Singasari (1351) yang dikeluarkan Mahapatih Gajah Mada. Selain prasasti itu, juga diketahui dari Kidung Sundayana yang menyebut Saptaprabhu dan kitab Negarakertagama yang menyebut Pohon Narendra.

  2. Di bawah Raja Majapahit terdapat sejumlah raja-raja daerah yang disebut paduka bhatara yang memerintah di daerah-daerah. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu DahaJagaragaKabalanKahuripanKelingKelinggapuraKembang JenarMatahunPajangSinghapuraTanjungpuraTumapelWengker, dan Wirabumi. Pada masa Kerajaan Majapahit, berkembang agama Hindu Siwa dan agama Buddha.

    Kedua umat beragama itu memiliki toleransi tinggi, sehingga tercipta kerukunan umat beragama. Raja Hayam Wuruk menganut agama Siwa, sedangkan Mahapatih Gajah Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat bekerja sama dengan baik bahkan dalam Negarakretagama pada pupuh ke LXXXI dijelaskan bahwa Raja Hayam Wuruk berusaha keras untuk menyatukan tiga aliran agama di wilayah Majapahit yang disebut dengan Tripaksa (tiga sayap) yaitu agama Siwa, Buddha dan Brahma. Pupu ini juga menyebutkan bahwa para pendetanya yang disebut caturdwija tunduk kepada ajaran tutur. Sedangkan Empu Tantular menyatakan bahwa kedua agama itu merupakan satu kesatuan yang disebut Syiwa-Buddha. Hal itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam, tetap dalam satu kesatuan, tidak ada agama yang mendua.

    Selain perbedaan latar belakang keagamaan, terdapat pula beda status dan fungsi bangunan suci. Berdasarkan statusnya, bangunan-bangunan suci tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bangunan yang dikelola oleh pemerintah pusat dan yang berada di luar kekuasaan pemerintah pusat. Sedangkan bangunan suci yang berada di luar pengelolaan pemerintah pusat kebanyakan adalah mandalakatyagan, ata janggan. Secara umum semuanya disebut patapan atau wanasrama karena letaknya yang terpencil. Mandala merupakan tempat pendidikan agama yang dipimpin oleh seorang siddharsi yang disebut pula dewaguru.

Jalur masuknya Hindu Budha di Indonesia dan Tradisi Hindu-Buddha di Indonesia

section-media

Masuknya Hindu Budha ke Indonesia melalui proses interaksi yang intens diawali dengan melalui jalur perdagangan. Bukti interaksi pengaruh Budha di Indonesia ditandai dengan ditemukannya beberapa patung Budha dibeberapa daerah .

  1. Patung Budha berlanggam Amarawati (India Selatan ) ditemukan di Sempaga Sulawesi Selatan yang diperkirakan abad 2 M.
  2. Patung Budha di Bukit Siguntang Sumatra Selatan
  3. Patung Budha di Jember.
  4. Patung Budha di Kota Bangun Kutai dengan langgam Gandhara yang merupakan langgam dari India Utara.

Bukti adanya interaksi dengan Hindu ditandai dengan ditemukannya 7 Yupa di Kutai Kalimantan Timur yang diperkirakan pada abad 4 Masehi. Tulisan yang dipakai berhuruf Pallawa, yaitu huruf yang lazim di India Selatan kira-kira abad ke-3 sampai ke-7. Bahasanya adalah bahasa Sanskerta , bahasa resmi India yang digubah dalam bentuk syair.
Dengan adanya interaksi antara Indonesia dengan budaya India baik Hindu maupun Budha maka di Indonesia muncul tradisi yang mendapat pengaruh Hindu dan Budha. Adapun pengaruh itu diantaranya sebagai berikut.

Seni Bangun

Candi adalah bangunan yang merupakan akulturasi antara budaya Hindu dengan Indonesia. Unsur asli budaya Indonesia yang terdapat pada candi adalah bangunan punden berundak hasil budaya megalitikum.

  1. Seni sastra dan aksara
    Masyarakat Indonesia menjadi mengenal tulisan dengan penemuan Yupa di Kutai Kalimantan Timur. Seni sastra India yang berkembang di Indonesia khususnya di Jawa menggunakan bahasa sankskerta yang mengalami perkembangan menjadi bahasa Jawa Kuno. Penulisannya menggunakan aksara pallawa yang kemudian berkembang menjadi aksara Jawa Kuno. Demikian juga dengan kitab sastra India seperti Bharatayudha yang digubah oleh empu Sedah dan Empu Panuluh yang menggambarkan perebutan kekuasaan antara Jenggala dengan Panjalu di Kerajaan Kediri. Selain itu ada juga kitab sastra Arjunawiwaha untuk menggambarkan kehidupan raja Airlangga pada saat itu.
  2. Kepercayaan
    Kepercayaan asli bangsa Indonesia animisme, dinamisme dan totemisme. Animisme adalah kepercayaan terhadap roh nenek moyang yang diagungkan. Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda tertentu yang dianggap mempunyai kekuatan gaib. Totemisme adalah kepercayaan terhadap binatang tertentu yang dikeramatkan. Setelah masuknya pengaruh dari India yaitu agama Hindu Budha maka agama tersebut juga diterima oleh masyarakat Indonesia serta terjadi sinkretisme dan melahirkan aliran baru yang bernama Tantrayana pada masa kerajaan Singasari terutama pada era pemerintahan raja Kertanegara.
  3. Politik
    Dengan masuknya pengaruh Hindu Budha di Indonesia maka muncul sistem kerajaan yang dipimpin oleh raja yang dahulu dipimpin oleh primus inter pares.

Bukti-bukti Kehidupan dan hasil-hasil kebudayaan pengaruh Hindu-Buddha yang masih ada pada saat ini

Tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang berasal dari nenek moyang dan sampai sekarang masih dijalankan oleh masyarakat. Salah satu tradisi yang masih dijalankan sampai sekarang adalah yang berasal dari zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Runtuhnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha bukan berarti tradisinya juga ikut menghilang. Salah satu daerah yang tetap mempertahankannya adalah wilayah Bali, juga beberapa daerah lainnya di Indonesia.

Beberapa tradisi tersebut, di antaranya :

  1. Upacara Kasadha di lereng Gunung Bromo yang dilakukan oleh masyarakat Tengger bertujuan mempersembahkan korban makanan dan hewan untuk roh gunung api.
  2. Ruwatan atau upacara pengusiran roh jahat yang masih banyak dilakukan masyarakat di Pulau Jawa sampai dengan sekarang.
  3. Upacara Dewa Yadnya yang brtujuan menghormati para dewa. Upacara ini masih dilakukan oleh masyarakat Hindu-Bali.
  4. Upacara yang dikenal dengan dengan Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya di dalam masyarakat Hindu-Bali bertujuan bagi jiwa manusia.
  5. Upacara pembakaran mayat dikenal dengan istilah Ngaben pada masyarakat Hindu-Bali.

Di samping upacara-upacara tersebut, masih banyak lagi tradisi masyarakt Indonesia yang bercorak Hindu-Buddha. Namun satu hal yang perlu kita ingat adalah bahwa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha tidak menyebar secara merata ke seluruh wilayah Indonesia, dan daerah-daerah yang tidak mendapat pengaruh adalah Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan bukti-bukti sejarah, dapat diketahui beberapa kerajaan yang pernah ada di Indonesia, yaitu Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya Mataram, Sunda, Kediri, Singasari, serta Majapahit.

Kehidupan pada kerajaan-kerajaan tersebut akan berbeda satu sama lain. Hal itu tergantung kepada agama yang dianut oleh masyarakatnya, misalnya dalam masyarakat Hindu dikenal sistem kasta sedangkan dalam masyarakat Buddha tidak ada. Namun kerajaan-kerajaan tersebut tidak bertahan lama atau mengalami keruntuhan. Hal ini dipengaruhi faktor dari dalam seperti perang saudara maupun dari luar seperti kedatangan pengaruh Islam di Indonesia. Meskipun demikian, di beberapa daerah tradisi Hindu-Buddha masih banyak yang mempertahankannya. Berikut ini adalah bukti-bukti peninggalan sejarah dari masing-masing kerajaan.

  1. Kerajaan Tarumanegara
    a. Prasasti Ciaruteun (Tarumanegara) ditemukan di Ciampea, Bogor, tepatnya di tepi Sungai Ciaruteun di dekat muara mengalir ke sungai Cisadane.
    b. Prasasti Tugu ditemukan di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta. Prasasti ini berupa patahan tulisan di sebuah batu bulat panjang serta melingkar yang berisi tentang penggalian sebuah saluran panjang 6.112 tumbak atau ±11 km, dengan nama Gomati.
    c. Prasasti Kebon Kopi, ditemukan di Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibung-bulang, Bogor.
    d. Prasasti Jambu, ditemukan di Bogor sebelah barat.
    e. Prasasti Awi, ditemukan di Bogor
    f. Prasasti Muara Cianteun, ditemukan di Bogor
    g. Prasasti Lebak, ditemukan di Banten
    h. Selain prasasti, ditemukan pula berita dari luar negeri tentang Tarumanegara, yaitu dari catatan seorang musafir Cina yang bernama Fa-Hien, yang berasal dari hasil perjalanannya ke Indonesia.
  2. Kerajaan Sriwijaya
    a. Prasasti Kedukan Bukit, yang ditemukan di Bukit Siguntang, Palembang.
    b. Prasasti Telaga Batu, ditemukan di sekitar kota Palembang, namun prasasti ini tidak mencantumkan tanggal.
    c. Prasasti Talang Tuwo, diperkirakan berdiri tahun 684 M.
    d. Prasasti Kota Kapur, ditemukan di Pulau Bangka dan diperkirakan berasal dari tahun 686 M.
    e. Prasasti Berahi, ditemukan di daerah pedalaman Jambi dan diperkirakan berasal dari tahun 686 M.
    f. Prasasti Ligor, diperkirakan berasal dari tahun 775 M yang ditemukan di tanah Genting Kra, Ligor.
    g. Prasasti Nalanda, ditemukan di India Bagian Timur yang diperkirakan berasal dari tahun 860 M.
  3. Kerajaan Mataram Kuno
    a. Prasasti Canggal, ditemukan di Gunung Wukir, Desa Canggal, yang diperkirakan berasal dari tahun 654 Saka atau 74 M.
    b. Prasasti Kedu atau Balitung, diperkirakan berasal dari tahun 907 M.
    c. Prasasti Kelurak, berasal dari tahun 782 M.
    d. Prasasti Karang Tengah, berasal dari tahun 824 M.
    e. Prasasti Sojomerto.
    f. Candi-candi yang menunjukkan tentang Kerajaan Mataram Kuno, yaitu Candi Gedong Songo, Kompleks Candi Dieng, Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, dan lainnya.
  4. Kerajaan Medang Kamulan (Mataram Jawa Timur) *
    a. Prasasti Anjukladang.
    b. Prasasti Pradah.
    c. Batu Tulis dari daerah Surabaya.
    d. Prasasti Kawambangkulwain (913 Saka) dari daerah Sendang Kamal, Madiun.
    e. Prasasti Sirah Keting (1104 M).
    f. Saduran Kitab Mahabharata dalam bahasa Jawa Kuno.
    g. Kitab Hukum yang bernama siwasasana (913 Saka).
    h. Berita asing yang datangnya dari Cina menyebutkan tahun pada tahun 910 Saka datang dua orang utusan dari Sriwijaya, dan lain-lain.
  5. Kerajaan Kediri (Panjalu)
    a. Prasasti Banjaran (974 S), isinya tentang perang antara Panjalu dan Janggala.
    b. Prasasti Padlegan I (1038 Saka).
    c. Prasasti Panumbangan (1042 Saka).
    d. Prasasti Candi Tuban (1052 Saka).
    e. Prasasti Tangkilan (1052 Saka).
    f. Prasasti Karang Reja (1056 Saka).
    g. Prasasti Talan (1058 Saka).
    h. Prasasti Hantang (1057 Saka), dan lain-lain.
  6. Kerajaan-Kerajaan di Bali
    a. Prasasti Buyam-Sanding Tamblingan dari zaman Raja Jayapangus.
    b. Prasasti Belanjong (Sanur) .
    c. Prasasti dari Desa Betetin (818 Saka).
    d. Prasasti Belanjong (Sanur).
    e. Prasasti Babahan I yang berisi perjalanan Raja Ugrasena ke Buwunan.
    f. Prasasti Air Hawan (933 Saka).
    g. Prasasti Ujung (Hyang) (932 Saka).
  7. Kerajan Sunda
    a. Carita Parahiyangan (akhir abad XVI) yang menyebut nama Sunda.
    b. Candi di Desa Cangkuang dekat Leles, Garut, Jawa Barat.
    c. Prasasti Canggal.
    d. Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) yang ditemukan di Kampung Pangcalikan dan Bantarmuncang, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat.
    e. Naskah bernama Sanghyang Silsakanda nung Karesan (1518 M) tentang peresmian desa, dan lain-lain.
  8. Kerajaan Singasari
    a. Kidung Harsa-Wijaya, tentang Raja Jayakatwang.
    b. Kitab Pararaton, menceritakan raja-raja Singasasari.
    c. Kitab Negarakertagama, berisi silsilah raja-raja Majapahit dan hubungannya dengan raja-raja Singasari.
    d. Prasasti Pakis Wetan, tentang penobatan Kertanegara.
    e. Berita dari Cina tentang perintah Kaisar Kubilai Khan untuk menyerang Singasari.
    f. Candi-candi, misalnya Candi Singasari, Candi Kidal, dan Candi Jago.
  9. Kerajaan Majapahit
    a. Candi Sumberjati atau Candi Siwa di Simping.
    b. Candi Buddha di Antahpura.
    c. Prasasti Tuhanaru (1323 M) yang berisi tentang Jayanegara.
    d. Kakawin Negara Kertagama oleh Empu Prapanca.
    e. Serat Pararaton.
    f. Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular, dan lain-lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODUL GEOGRAFI

STRUKTUR LAPISAN KULIT BUMI